Powered by Blogger.

[Book Review] The Tokyo Zodiac Murders (Pembunuhan Zodiak Tokyo)

by - March 27, 2021


Tokyo, 1936. Seluruh Jepang dikagetkan dengan pembunuhan seorang seniman di studionya. Polisi menemukan surat wasiat aneh yang berisi penuturan sang seniman soal Azoth, atau wanita sempurna yang dibuat dari potongan-potongan tubuh anggota keluarganya. Tak lama setelahnya, anak-anak perempuan dan keponakan sang seniman ditemukan tewas, dimutilasi dan dikubur sesuai dengan catatan yang terdapat di surat wasiat tersebut.

Kasus tersebut sukses membuat geger seluruh negeri sampai puluhan tahun kemudian. Mulai dari polisi sampai detektif amatir, semuanya jungkir balik berusaha menguraikan misteri di balik pembunuhan-pembunuhan tersebut selama lebih dari 40 tahun. Karena surat wasiat sang seniman banyak membicarakan prinsip astrologis, kasus pembunuhan tersebut dikenal dengan sebutan Pembunuhan Zodiak Tokyo.

Tahun 1979, seorang peramal, astrolog, sekaligus detektif amatir Kiyoshi Mitarai diserahi berkas-berkas Pembunuhan Zodiak Tokyo. Bersama asistennya, Kazumi Ishioka, Detektif Mitarai bertualang untuk melacak jejak dalang kasus ini, sekaligus menyelesaikan misteri yang sudah menggantung selama puluhan tahun.

Kira-kira, apakah Detektif Mitarai bisa memecahkan kasus Zodiak Tokyo? Apa saja yang ia lakukan untuk mencari jejak sang pembunuh? Benarkah pembunuhan para wanita tersebut berhubungan dengan prinsip zodiak yang dituliskan oleh sang seniman?


The Tokyo Zodiac Murders yang ditulis oleh Soji Shimada adalah novel misteri Jepang yang pertama kali saya baca. Sebelumnya saya sangat familier dengan kisah detektif lewat serial komik Detektif Conan, jadi saya cukup penasaran dengan novel ini. Sama-sama dari Jepang, kira-kira ceritanya sama serunya nggak ya? Apalagi, saya sering mendengar kalau novel misteri Jepang itu bagus-bagus. Oke, ekspektasi lumayan tinggi.

Awalnya saya kira The Tokyo Zodiac Murders ada hubungannya dengan kasus Zodiac Killer yang sempat populer di Amerika dan masih belum terpecahkan sampai sekarang, tapi ternyata ceritanya berbeda jauh, haha. Tetap tidak mengurangi keasyikan membaca novel ini, kok.

Membaca The Tokyo Zodiac Murders awalnya cukup njlimet—mungkin gara-gara saya terbiasa membaca kisah misteri dalam format komik, ya. Di bab-bab awal, alurnya terasa agak lambat karena kebanyakan berisi narasi dan dialog antara Detektif Mitarai dan Kazumi soal kasusnya. Saya harus beberapa kali membaca bagian-bagian tertentu untuk memahami kasusnya secara keseluruhan. Bahkan, kadang-kadang saya merasa seperti sedang membaca naskah dialog untuk pertunjukan teater—dan lucunya, pembagian bab dalam novel ini memang diformat seperti pembagian babak dalam pementasan teater.

Walaupun bagian awalnya terasa lambat dan mungkin sedikit membosankan, begitu kita masuk ke bagian penyelidikan Detektif Mitarai dan Kazumi, alurnya mulai terasa lebih cepat dan terus-terusan membuat kita berpikir, bagaimana metode penyelidikan Detektif Mitarai, dan bagaimana caranya ia menyelesaikan kasus ini? Hah, kok bisa begini? Kenapa, apa, bagaimana... itu yang memenuhi pikiran saya selama membaca bagian penyelidikan Detektif Mitarai.

Untuk bagian akhirnya, saya harus mengakui bahwa pengungkapan misteri di novel ini terasa sangat cerdas dan tidak terduga. Ya, pelakunya akhirnya ketahuan, dan menurut saya trik yang dilakukan si pelaku dalam melakukan aksi pembunuhannya ini sebenarnya sederhana, tapi brilian.

Novel ini diceritakan dari sudut pandang Kazumi Ishioka, asisten Detektif Mitarai. Bisa dibilang, rasanya seperti membaca kisah Sherlock Holmes yang dinarasikan John Watson, asistennya. Karakter Detektif Kiyoshi Mitarai dan Sherlock Holmes pun mirip secara umum: sama-sama cerdas, punya pemikiran yang tajam dan cepat, dan tingkah laku yang eksentrik. Bedanya, kalau Sherlock Holmes sangat berpegang teguh pada hal-hal logis, Kiyoshi Mitarai sangat menggemari hal-hal seperti ramalan nasib dan astrologi; ia percaya kalau karakter orang bisa dilihat dari kapan orang tersebut dilahirkan.


Salah satu poin menarik yang saya temukan di novel ini ada di bagian penjabaran kasusnya. Karena saya terbiasa membaca kisah misteri dalam format komik, membaca buku misteri yang agak tebal membuat saya harus berpikir dua kali untuk memvisualisasikan narasi di novelnya. Uniknya, Soji Shimada-sensei menyelipkan sejumlah ilustrasi untuk membantu pembacanya “menerjemahkan” penuturan Detektif Mitarai. Ada denah TKP, peta Jepang, lokasi korban, dan masih ada lagi.

Selain itu, ada satu lagi hal kecil yang menurut saya unik. Kalau biasanya penulis memberi kata pengantar di awal novel, Soji Shimada-sensei malah memberi pesan di pertengahan novel yang menantang pembacanya untuk memecahkan kasus ini sebelum berlanjut ke bagian akhir novel. Walaupun sudah diberi jeda untuk berpikir, tapi tetap saja saya nggak bisa memecahkan kasusnya sebelum Detektif Mitarai sendiri yang menguraikan penyelesaian kasusnya, haha.

Jadi, gimana kesimpulan saya soal The Tokyo Zodiac Murders?

Well, sebagai novel misteri Asia pertama yang saya baca, The Tokyo Zodiac Murders memberi kesan pertama yang baik. Awalnya saya merasa novel ini agak terlalu mirip Sherlock Holmes, tapi semakin lama saya membaca, saya bisa menilai kalau novel ini unik dengan gayanya sendiri. Saya bukan termasuk orang yang percaya dengan ramalan nasib dan astrologi, tapi buku ini tetap asyik untuk dibaca. Hitung-hitung dapat insight baru soal dunia astrologi—entah mau kalian percayai atau tidak.

Jadi penasaran dengan novel-novel misteri Jepang dan karya Soji Shimada-sensei yang lain, deh.

Sayonara, minna-san!

Love,
K

You May Also Like

0 comments