Powered by Blogger.

[Series Review] We Bare Bears (2014)

by - October 24, 2018

from fanart.tv

To be honest, I’m currently in my early 20s and I have to admit that I still love watching cartoon. Bagi saya, kartun lama-lama bukan sekadar tontonan anak-anak: ada sesuatu yang ringan dan segar dari kartun yang nggak bisa didapatkan dari media hiburan yang lainnya. Dan We Bare Bears ini salah satunya.

Saya masih ingat “perkenalan” saya dengan tiga beruang lucu ini: nggak sengaja nonton video singkat di linimasa LINE yang menampilkan mereka bertiga, dan salah satunya berbicara bahasa Korea. Saya pikir, wah, kok lucu juga ya. Long story short, saya menemukan serial ini pertengahan tahun 2018 dan mulai menonton serialnya lewat streaming, karena... nggak punya fasilitas TV kabel, huhu.

We Bare Bears adalah serial kartun yang ditayangkan di Cartoon Network, yang diangkat dari webtoon The Three Bare Bears karya Daniel Chong. Si kreator sendiri berdarah campuran Korea-Amerika (atau Kanada?) kalau tidak salah, makanya nggak heran kalau kita bakal menemukan banyak Asian influence dalam kartun ini. Serial yang sudah berjalan selama empat season ini bercerita tentang tiga beruang beda spesies bernama Grizz, Panda, dan Ice Bear yang hidup di antara manusia dan berusaha untuk membaur bersama para manusia tersebut.

from youtube.com
Secara biologis, ketiga beruang tersebut memang tidak memiliki hubungan darah, tapi mereka bertiga menyebut diri mereka saudara. Grizz, yang paling tua, adalah beruang grizzly yang sangat ceria dan hobi makan. Sebagai “anak pertama”, ia kadang-kadang bersikap seperti seorang pemimpin bagi kedua saudaranya. Panda, si beruang tengah, sedikit pemalu, vegetarian, dan hobi bermain gadget, apalagi ponsel. Ia juga beruang yang artsy dan suka nonton anime. Yang terakhir, Ice Bear si beruang kutub yang termuda, adalah karakter favorit saya. Ia digambarkan sangat datar, baik dari ekspresi maupun cara berbicaranya yang selalu merujuk pada orang ketiga (contoh: “Ice Bear believes in you.”). Tapi di balik itu semua, Ice Bear sangat terampil hampir dalam berbagai hal. Ia jago memasak, bela diri, bisa banyak bahasa, dan hobi bersih-bersih. Sebagai beruang termuda, ia malah yang paling dewasa dibandingkan kedua “kakak”nya. No wonder everyone loves Ice Bear.  

Selain mereka bertiga, ada beberapa karakter lain dalam kartun ini, seperti Charlie si Big Foot yang takut pada manusia, Chloe Park yang jenius dan sudah kuliah despite usianya yang masih sangat muda, Ranger Tabes si penjaga dan penjelajah hutan, Nom Nom si koala angkuh, dan masih banyak lagi.

Dari segi cerita, menurut saya sangat simpel dan dekat dengan kehidupan sehari-hari kita, jadi sangat relatable. Permasalahan yang diangkat dalam tiap episodenya juga kebanyakan terinspirasi dari apa yang ada sekarang ini: ingin viral di Internet, kebiasaan online dating, berebut game yang baru rilis, persaingan mencari pekerjaan, sulitnya mencari teman baru, perjuangan untuk diet, dan lain-lain. Bukan cerita yang kompleks dan di luar nalar yang bikin kita mengernyit, tapi cerita sederhana yang mudah dipahami dan bikin kita tertawa karena kita paham apa yang dirasakan para beruang itu.

Oiya, selain cerita utama soal kehidupan para beruang tersebut, terkadang kita disuguhi cerita tentang masa kecil mereka (people call them baby bears). Episode-episode selingan ini bercerita tentang latar belakang masing-masing beruang sebelum bertemu satu sama lain: Grizz yang diselamatkan pemadam kebakaran, Panda yang hidup terisolasi dari dunia luar, dan Ice Bear yang di”adopsi” oleh orang Kutub (namanya apa sih? Saya nggak ngerti huhu). Ada juga cerita soal mereka bertiga yang berusaha mencari seseorang untuk mengadopsi mereka. Segmen baby bears ini gemes banget pokoknya!

from turner.com
Di atas tadi, saya sempat menyinggung soal Asian influence yang ada dalam We Bare Bears. Hal ini jadi salah satu poin utama yang bikin saya jatuh cinta dengan kartun ini, because being an Asian myself, ada banyak hal yang rasanya dekat dengan diri saya sendiri. Misalnya saja, karena sahabat ketiga beruang itu, Chloe Park, adalah orang Korea, jadi terkadang kita melihat orangtua Chloe berbicara bahasa Korea dan melihat keluarga Chloe yang makan dengan kebiasaan orang Korea pada umumnya. Selain itu, Panda yang suka nonton anime dan bahkan punya imaginary girlfriend dalam bentuk body pillow bernama Miki-chan juga bikin saya tertawa karena mengingatkan saya pada fenomena pecinta Japanese pop culture. Ada juga Ice Bear yang sempat bekerja jadi koki di restoran teppanyaki, restoran ala Jepang. Terkadang, ketiga beruang tersebut juga hobi nongkrong di kafe yang menyajikan boba tea atau bubble tea, minuman teh dengan tapioca pearls yang berasal dari Taiwan dan ngehits banget di mana-mana, termasuk Indonesia. Oiya, kadang ada influence atau reference musik K-Pop juga, lho.

Ngomongin kartun rasanya kurang kalau nggak ngomongin art style dari kartunnya sendiri. Art style juga yang bikin saya suka dengan kartun ini. Nah, We Bare Bears punya art style yang sederhana dan mudah digambar ulang kalau mau bikin fan art. Penggambaran para beruangnya pun simpel dan jatuhnya gemes abis, dan karakter-karakter manusia di sekeliling mereka juga digambarkan sangat diverse: you name any skin tone, shade, hair color, hair style, fashion style, they have it all. Buat saya sih cukup menarik, apalagi buat orang-orang di luar sana yang kebanyakan menuntut diversity di mana-mana—auto jatuh cinta deh.

In conclusion, We Bare Bears offers a fresh and light watching experience. Cerita per episodenya yang tidak bersambung secara kronologis membuat kita bisa memulai nonton serial ini dari mana saja. Buat saya, cerita yang ringan dan relatable, karakter-karakter yang lucu, dan Asian influence yang ada membuat kartun ini layak ditonton sebagai hiburan ringan. You’ll be entertained, I promise.

Final score: 9/10

You May Also Like

0 comments