from @batmannewscom on Twitter |
Salah satu
superhero yang dianggap underrated ini akhirnya punya film
solonya sendiri. Banyak yang menaruh harapan tinggi pada film ini gara-gara
nama besar sang sutradara, tapi apakah harapan itu sepadan dengan film
sesungguhnya?
Setahun
yang lalu, saya menonton Justice League (2017)
di bioskop. Saya cukup menikmati ceritanya walaupun agak bingung di sana-sini
karena saya tidak begitu familiar dengan dunia superhero DC selain The Holy Trinity Superman, Batman, dan
Wonder Woman, dan to be honest, saya
jengkel dengan penggunaan CGI-nya yang menurut saya bikin sakit mata—apalagi
waktu adegan klimaksnya. Bahkan menurut saya, satu-satunya adegan yang paling memorable adalah opening sequence-nya. Yaa, saya mungkin terlalu subjektif, tapi
masalah selera siapa yang bisa menentukan, ya kan?
Membaca
beberapa review Justice League yang
berseliweran di internet, banyak yang menyebut bahwa kehadiran beberapa hero di film tersebut sebenarnya malah
terkesan dipaksakan—salah satunya ya Aquaman itu. Saya sendiri juga tidak
merasakan kesan apapun terhadap manusia air tersebut setelah menonton Justice League, seakan karakter ini cuma
numpang lewat saja.
Fast forward, waktu saya tahu bahwa Aquaman
akan dibuatkan film solonya, sebenarnya saya tidak begitu tertarik karena
alasan yang di atas tadi: saya tidak begitu familiar dengan DC, ditambah
rasanya nggak seru saja kalau nonton film berbasis komik tapi nggak ngerti references-nya, hehe. Tapi begitu
mendengar bahwa James Wan bakal duduk di kursi sutradara, saya langsung mikir,
“Ow, that’s kinda promising!” Saya
sudah menggemari karya sutradara berdarah Malaysia ini sejak menonton The Conjuring (2013), dan saya tahu
film-filmnya selalu hit. So I thought to
myself, maybe I’ll give it a chance. Dan saya penasaran, bakal gimana
jadinya kalau sutradara spesialis horor menyutradarai film superhero.
So, here I am, watching Aquaman
right on the premiere day in Indonesia. Sebelum menonton, saya sudah mencari-cari sedikit trivia film ini di IMDb dan bertanya ke
teman yang mengikuti komik DC supaya tidak bingung di dalam bioskop. Singkat
cerita, film ini sebagian besar terjadi pasca-Justice League, ditambah sedikit origin story dari Arthur Curry si
Aquaman sendiri. Ceritanya sederhana saja: Arthur (Jason Momoa) yang sebelumnya
hidup nyaman bersama ayahnya yang seorang penjaga mercusuar tiba-tiba “dipaksa”
kembali ke Atlantis—tempat asal ibunya Queen Atlanna (Nicole Kidman)—oleh Mera
(Amber Heard) demi merebut tahta dari King Orm (Patrick Wilson) yang berniat
menyatakan perang terhadap surface world alias
dunia permukaan yang kita tinggali ini.
from syfy.com |
Menurut saya, salah satu kekuatan utama film ini ada di visualnya! Saya yang sebelumnya agak bosan dengan tone dark dari film DCEU sempat takut film ini bakal mengikuti jejak yang sama, apalagi sebagian besar adegannya bakal ada di bawah air. Yaa, walaupun jadi sedikit optimis berkat Wonder Woman (2017). Dan benar saja, baru beberapa menit filmnya berjalan, saya langsung terpesona melihat visual style film ini: adegan fighting yang diambil dalam satu take, transisi antar-adegan yang cantik dan smooth, permainan warna dan lighting yang enak di mata, semuanya bikin saya langsung jatuh cinta. CGI-nya juga nggak jelek-jelek amat (even though you can still clearly tell that it was CGI), dan adegan bawah airnya nggak terasa lame sama sekali. Malahan, di beberapa adegan rasanya saya seperti masuk ke dalam akuarium raksasa, haha.
Dari
segi jajaran aktor dan kualitas aktingnya, menurut saya sebenarnya biasa saja,
dalam artian aktingnya tidak bagus banget, tapi juga tidak jelek banget. Cukup
bisa dinikmati. Meskipun begitu, saya tetap harus memuji Jason Momoa yang bisa
membawakan karakter Arthur Curry/Aquaman dengan baik. Walaupun kadang suka
menyelipkan humor di sana-sini, tapi karakternya cukup terlihat keren dan powerful, tidak konyol sampai bikin
tepuk dahi. Amber Heard di sini terlihat lebih tangguh dan aura cantiknya lebih
keluar dibandingkan saat muncul di Justice
League. Saya sudah ngefans dengan aktris satu ini sejak The Danish Girl (2015) dan dia adalah salah
satu alasan saya menonton Aquaman.
Oiya, chemistry antara Jason Momoa
dan Amber Heard sangat terasa di film ini, sampai-sampai beberapa review dan komentar yang saya baca di
internet menyebut kalau mereka berdua ini salah satu pasangan fiktif yang
paling serasi. Saya
setuju sih, they looked so cool together :D
Selain Jason Momoa dan Amber Heard, saya juga tertarik melihat performa Willem Dafoe dan Patrick Wilson. Dulu, saya pertama kali mengenal Willem Dafoe sebagai Green Goblin di Spider-Man (2002) dan rasanya menyenangkan melihat dirinya kembali ke ranah film superhero dengan karakter yang bertolak belakang. Di Aquaman, alih-alih jadi tokoh antagonis yang creepy, Dafoe berperan sebagai Vulko, penasihat kerajaan Atlantis sekaligus mentor Arthur Curry yang cool abis. Meskipun performanya bagi saya terkesan biasa saja dan tidak begitu menonjol, saya sendiri cukup menikmatinya. Ada saat-saat di mana saya takut bakal ada plot twist dan hal buruk bakal terjadi pada Vulko, tapi untungnya tidak. I breathed a sigh of relief.
from imdb.com |
Selain Jason Momoa dan Amber Heard, saya juga tertarik melihat performa Willem Dafoe dan Patrick Wilson. Dulu, saya pertama kali mengenal Willem Dafoe sebagai Green Goblin di Spider-Man (2002) dan rasanya menyenangkan melihat dirinya kembali ke ranah film superhero dengan karakter yang bertolak belakang. Di Aquaman, alih-alih jadi tokoh antagonis yang creepy, Dafoe berperan sebagai Vulko, penasihat kerajaan Atlantis sekaligus mentor Arthur Curry yang cool abis. Meskipun performanya bagi saya terkesan biasa saja dan tidak begitu menonjol, saya sendiri cukup menikmatinya. Ada saat-saat di mana saya takut bakal ada plot twist dan hal buruk bakal terjadi pada Vulko, tapi untungnya tidak. I breathed a sigh of relief.
Sementara
itu, Patrick Wilson ini sepertinya memang jadi langganan James Wan sejak Insidious (2010)—kalau tidak salah,
hehe. Alih-alih jadi protagonis, kali ini Wilson didapuk memerankan King Orm si
antagonis. Lagi-lagi, menurut saya karakternya agak lame dan kurang tangguh kalau dihadapkan dengan Arthur Curry, tapi
entah kenapa saya mendapat kesan intimidating
dari King Orm. It felt like I don’t
want to mess with this guy. Dan bagi saya, performanya cukup bagus, so I can tell that he did his job good. Ngomong-ngomong,
saya nggak bisa komentar apa-apa soal Nicole Kidman yang berperan sebagai Queen
Atlanna karena sebagai aktris peraih Oscar, kualitas aktingnya sudah nggak
perlu diragukan lagi: she played her part
brilliantly and looked so badass even though people said that she’s too young
to portray Queen Atlanna.
Setelah
aspek visual dan aktor, gimana dengan ceritanya sendiri? Well, menurut saya jalan ceritanya cukup mudah dimengerti dan
disusun dengan rapi, jadi nggak begitu membingungkan. Tapi yaa, karena saya
awam dengan DC let alone Aquaman, ada
beberapa hal yang menurut saya kurang dijelaskan dengan baik di filmnya:
misalnya perkenalan Arthur dengan Vulko yang rasanya agak melompat-lompat
alurnya. Kalau kamu memang mengikuti komiknya, mungkin kamu nggak perlu
penjelasan lewat film, and that’s fine. Selain
humor-humor yang ringan dan nggak cringey,
ada juga ciri khas James Wan yang nggak luput diselipkan dalam film: jumpscare! Yap, seriusan nih. Beneran
deh, kali ini jumpscare-nya bukan
tipikal jumpscare film horor yang
gampang ditebak, tapi jumpscare yang
nggak terduga sama sekali dan sukses bikin saya kaget dan misuh-misuh. Ditambah
audio bioskop yang menggelegar... LOL.
In
conclusion, menurut saya James Wan berhasil mengangkat “derajat” Aquaman:
dari yang awalnya diremehkan dan dianggap numpang lewat di Justice League menjadi seorang superhero
tangguh dan keren abis. Film ini lagi-lagi jadi pembuktian bahwa James Wan
adalah salah satu sutradara top Hollywood yang multitalenta dan harus
diperhitungkan. Ya, memang masih ada beberapa kekurangan, tapi itu tidak
mengurangi kesenangan saya selama menonton film ini. Breathtaking, visually stunning, and definitely entertaining, film
ini bisa masuk daftar nonton buat mengisi liburan akhir tahun. Go watch it!
Final
score: 9/10
P.S.:
Buat calon penonton di Indonesia, mungkin bakal kecewa gara-gara salah satu
adegan terbaiknya di-cut sama LSF. Tapi
tenang aja, nggak bakal mengganggu jalan cerita, kok!
0 comments